Kosmologi Shalat (5)


Dalam hadis, sebagaimana dikutip dari Imam al-Gazali, disebutkan setelah malaikat mengungkit prestasi spiritual mereka, mereka “diusir” dari halaman Istana ‘Arasy, lalu turun ke miniatur ‘Arasy yang dipersiapkan Tuhan di Baitul Makmur.

Sesungguhnya manusia harus malu kepada makhluk makrokosmos karena ternyata manusia menggabungkan kedua sifat-sifat tercela dari iblis (istikbar) dan malaikat (‘alin).
Sinyalemen banyak ayat dalam Alquran dan dalam kenyataan manusia banyak berperilaku angkuh (istikbar) dan suka mengangkat diri tinggi-tinggi karena prestasi (‘alin).

Manusia harus banyak belajar tawadhu sebagai bekas sujud (atsar sujud) sebagaimana makhluk makrokosmos. Bahkan manusia menambahkan satu lagi sifat tercela, yaitu ambisi.
Hal ini tercermin di  dalam ayat, “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh”. (QS al-Ahzab [33]:72).

Lebih khusus lagi manusia tidak boleh membanggakan diri dengan munculnya tanda-tanda hitam di jidat dengan klaim sebagai bekas sujud (atsar sujud) sebab tanda bekas sujud yang dimaksud di dalam Alquran ialah Simahum fi wujuhihim min atsar al-sujud, yaitu tanda bekas sujud tercermin pada keseluruhan wajah (wujuh, bentuk jamak dari kata wajhun), bukannya dikatakan simahum fi jabhatin min atsharis sujud.


Jidat dalam bahasa Arab ialah jabhatun. Sedangkan, penggunaan kata wajhun (wajah) dalam Alquran termasuk lafaz musytarak, yang memilki banyak makna.

Perbuatan dengan sengaja menghitamkan jidat boleh jadi perbuatan dosa karena merusak keindahan ciptaan Allah SWT. Lain halnya kalau tanda hitam itu muncul betul-betul alami karena bekas keseringan sujud maka tentu Allah SWT Maha Mengetahui.

Konsep atsar al-sujud lebih merupakan pantulan atau resonansi shalat di dalam perilaku sehari-hari di kelompok sosial manapun yang kita dikategorikan. Wallahu a’lam. 


Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
http://www.republika.co.id