Shalat Perspektif Syariah, Tarekat, dan Hakikat (1)

Sesuai dengan namanya, shalat berasal dari kata shala-yushla, kemudian membentuk kata shalla-shalah(t) yang berarti doa, zikir, dan ketaatan. 

Derivasi kata tersebut lahir kata wushlah (sambungan), shilah (hubungan), washl (tersambung), wishal (ketersambungan), shaulah (sambungan), dan shalaa (ketersambungan).

Shalawat Allah kepada hamba-Nya artinya menyampaikan ajakan kepada hamba-Nya yang utama untuk mendekati diri-Nya dan menjadikannya sebagai khalifah di jagat raya.

Hamba Tuhan tersebut disebut mushalliyan, yakni hamba yang mengikuti jalan kebenaran yang diamanahkan kepadanya (mustakhlaf fih). Hamba yang demikian ini menjadi wahana penampakan (madhhar) diri-Nya sebagaimana tergambar di dalam al-Asma’ al-Husna.

Shalawat Allah kepada hambanya dilukiskan dengan indah di dalam ayat, "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS al-Ahzab [33]:56).

Shalawat dapat disandarkan kepada hamba dari satu sisi dan pada sisi lain dapat pula dinisbahkan kepada Tuhan. Jika shalawat disandarkan kepada Tuhan (al-Haq) maka kalimat shalawat tersebut bermakna rahmat, kasih sayang, limpahan, kelembutan, kenikmatan, cinta,  belas kasih, kebaikan, ampunan, dan ridha.

Jika dinisbahkan kepada manusia maka shalawat bermakna doa, kepatuhan, ketenteraman, khusyuk, ketaatan kepada yang dicintai dan diridhainya. Kata shalawat mengimplikasikan makna kedekatan, keakraban, dan cinta-kasih antara kedua belah pihak, yakni subjek dan objek shalat.

Hubungan antara Allah dan hamba-Nya melalui hubungan khusus (shaulah) membuat hamba itu merasa tenteram, tenang, aman, damai, dan bahagia. Inilah yang yang dimaksud di dalam ayat, "Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS Thaha [20]:14). Dan, "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’d [13]:28).

Dengan demikian, shalat berfungsi sebagai wushlah karena menyambung antara dua bagian menjadi satu yang sebelumnya berpisah.


Prof Dr Nasaruddin Umar
http://www.republika.co.id/