Pernahkah Anda temui ketika
berjamaah ada imam yang mengeraskan bacaan basmallah sebelum membaca alfatihah
dan ada juga imam yang seolah-olah langsung membaca hamdallah? Memang itulah
perbedaan khilafiyah diantara ulama. Dan masalah fikih ini penulis merefress tulisan dan bahasan dari ustad Ahmad Sarwat, Lc yang pernah tayang di rumahfiqih.com
sebagai berikut:
Ada yang mengatakan bahwa
bacaan basmalah itu harus dibaca keras, persis seperti yang kebanyakan dibaca
di negeri kita oleh para imam shalat.
Tapi ada juga yang
mengatakan tidak perlu dibaca keras, cukup dibaca lirih saja. Bahkan ada juga
yang sama sekali tidak membaca, karena basmalah itu dianggapnya bukan bagian
surat Al-Fatihah.
Mengapa kok bisa khilafiyah?
Memangnya tidak ada hadits?
Jawabnya bisa saja.
Sedangkan hadits juga ada. Tapi masalahnya hadits-hadits yang ada malah saling
bertentangan. Karena itulah para ulama yang membaca hadits-hadits yang
bertentangan itu juga akhirnya ikut-ikutan juga bertentangan.
Di antara hadits-hadits yang
bertentangan itu antara lain:
Dari Aisyah ra berkata,
"Nabi SAW memulai sholat dengan takbir dan (memulai) bacaan dengan
Alhamdulillahi rabbil 'alamin.(HR Bukhari dan Muslim)
Dari Anas bin Malik ra
berkata bahwasanya Nabi SAW dan Abu Bakar dan Umar, mereka memulai shalat
dengan Alhamdulillahi rabbil 'alamin." (HR Bukhari-Muslim)
Juga ada hadits lainnya yang
justru menerangkan sebaliknya, yaitu yang benar justru yang mengeraskan bacaan
basmalah. Misalnya hadits ini:
Dari Nuaim berkata, “Aku
melaksanakan salat di belakang Abu Hurairah. Ia membaca
bismillahirrahmanirrahim lalu membaca ummul quran (al-Fatihah). Di akhir
hadits tersebut ia berkata, ‘Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya salatku
paling mirip dengan yang dilakukan oleh Rasulullah saw.’”(HR al-Nasa’I, Ibn
Khuzaymah, dan Ibn Hibban)
Menurut al-Hafidz Ibn Hajar,
“Ini adalah riwayat yang paling valid yang berbicara tentang basmalah.”
Karena tiap ulama yang
mujtahid itu ternyata punya dalil masing-masing yang sama-sama kuat tentang
hukum mengeraskan bacaan basmalah dalam shalat. Dan karena dalil masing-masing
cukup kuat, akhirnya sulit untuk mendapatkan kata akhir yang mutlak.
Maka kita sebut masalah ini
khilafiyah. Mungkin buat sebagian saudara kita yang sejak belajar Islam tidak
diperkenalkan dengan isitlah khilafiyah, agak terasa aneh. Mungkin dalam hati
mereka bertanya, "Sedikit sedikit khilafiyah, sedikit sedikit
khilafiyah... khilafiyah kok cuma sedikit?"
Khilafiyah dalam Mengeraskan
Bacaan Basmalah
1. Mazhab As-Syafi'i
Menurut mazhab
As-Syafi`iyah, lafaz basmalah (bismillahirrahmanirrahim) adalah bagian dari
surat Al-Fatihah. Sehingga wajib dibaca dengan jahr (dikeraskan) oleh imam
shalat dalam shalat jahriyah. Dalilnya adalah hadits berikut ini:
Hadits yang senada juga
diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dengan isnad yang shahih dari Ummi
Salamah.
Dan dalam kitab Al-Majmu`
ada 6 orang shahabat yang meriwayatkan hadits tentang basmalah adalah bagian
dari surat Al-Fatihah. (lihat kitab Al-Majmu` jilid 3 halaman 302)
2. Mazhab Al-Malikiyah
Sedangkan pandangan mazhab
Al-Malikiyah, basmalah bukan bagian dari surat Al-Fatihah. Sehingga tidak boleh
dibaca dalam shalat baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Dan juga baik dalam
shaalt jahriyah maupun sirriyah.
3. Mazhab Al-Hanabilah
Sedangkan dalam pandangan
Al-Hanabilah, basmalah adalah bagian dari surat Al-Fatihah, namun tidak dibaca
secara keras (jahr), cukup dibaca pelan saja (sirr).
Bila anda perhatikan imam
masjidil al-haram di Makkah, tidak terdengar membaca basmalah, namun mereka
membacanya umumnya orang-orang di sana bermazhab Hanbali.
Demikianlah perbedaan
pandangan tiga mazhab yang mewakili tentang hukum mengeraskan bacaan basmalah
dalam shalat. Tentu masing-masing yakin dengan kebenaran pandangannya. Dan
boleh jadi anda termasuk yang memilih salah satunya.
Dan mungkin saja pilihan
anda itu tidak sama dengan pilihan teman anda sendiri. Lalu apakah kita harus
memerangi teman anda yang memiliki pandangan tidak sama dengan pandangan kita?
Tentu saja tidak, bukan?
Kewajiban kita adalah
menghormati dan memberikan toleransi atas perbedaan pendapat itu. Kita boleh
saja berpegang tegus atas apa yang kita yakini kebenarannya. Tapi bukan berarti
keyakinan itu membolehkan kita menzalimi saudara kita sendiri.
Wallahu a'lam bishshawab,
wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,