Isbal artinya mengulurkan
sesuatu (sarung, celana, jubah, dll) dari atas sampai ke bawah melampaui mata
kaki. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 139; Sa’di Abu Jaib, Al
Qamus Al Fiqhi, hlm. 111).
Hukum isbal bagi laki-laki
dirinci sebagai berikut, Pertama, isbal karena sombong, hukumnya haram.
Dalilnya hadis Ibnu Umar RA, dia berkata,”Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ جَرَ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang
mengulurkan bajunya [melampaui mata kaki] karena sombong maka Allah tidak akan
melihat kepadanya pada Hari Kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim). Imam Syaukani
mengatakan hadis ini menunjukkan haramnya isbal karena sombong (khuyala`).
(Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 328).
Kedua, isbal bukan karena
sombong, hukumnya tidak haram, tapi makruh. Ini pendapat jumhur ulama dari
mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. (Nashir bin Muhammad bin Misyri Al
Ghamidi; Libasur Rajul Ahkamuhu wa Dhawabithuhu, Juz I hlm. 703).
Dalil tidak haramnya isbal
jika bukan karena sombong, adalah mafhum mukhalafah (makna tersirat yang
berkebalikan dari makna yang tersurat) dari hadis Ibnu Umar RA di atas. Imam
Syaukani menjelaskan kata khuyala` (sombong) dalam hadis tersebut merupakan
taqyid (batasan). Maka mafhum mukhalafah-nya adalah ‘siapa pun yang mengulurkan
bajunya [melampaui mata kaki] bukan karena sombong, berarti tidak terkena
ancaman dalam hadis itu’. Imam Syaukani –rahimahullah– menyatakan :
و ظاهر التقييد بقوله خيلاء يدل
بمفهومه أن جر الثوب لغير الخيلاء لا يكون داخلا في هذا الوعيد
“Zhahirnya taqyiid
(batasan) dengan sabda Nabi SAW “khuyala`” (karena sombong), mafhum
mukhalafahnya menunjukkan bahwa mengulurkan baju bagi orang yang tidak sombong
tidaklah termasuk dalam ancaman ini.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, Beirut :
Dar Ibn Hazm, 2000, hlm. 328).
Selain mafhum mukhalafah
ini, terdapat manthuq (makna tersurat) dari nash yang tak mengharamkan isbal
jika bukan karena sombong. Dari Ibnu Umar RA, dia berkata,”Rasulullah SAW
bersabda :
مَنْ جَرَ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
لَمْ يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ إِنَ أَحَدَ
شِقَيْ إِزَارِيْ يَسْتَرْخِيْ إِلاَ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ، فَقَالَ إِنَكَ
لَسْتَ مِمَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ
“Barangsiapa
mengulurkan bajunya [melampaui mata kaki] karena sombong, maka Allah tidak akan
melihat kepadanya pada Hari Kiamat.’ Abu Bakar kemudian berkata,’Sesungguhnya
salah satu ujung sarungku selalu terulur [melampaui mata kaki] kecuali aku
sengaja mengikatnya.’ Maka Rasululullah SAW bersabda,’Sesungguhnya engkau tak
termasuk orang yang mengerjakan perbuatan itu karena sombong.” (HR Bukhari, Abu
Dawud, dan Nasa`i). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 327; Imam Shan’ani,
Subulus Salam, 4/158).
Hadis ini menunjukkan isbal
bukan karena sombong tidak haram. Namun tidak haram bukan berarti hukumnya
mubah, melainkan makruh. Sebab terdapat nash-nash yang melarang isbal secara
mutlak, baik karena sombong maupun tidak. Dari Jabir bin Sulaim RA, Nabi SAW
pernah bersabda :
وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلىَ نِصْفِ
السَاقِ فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلىَ الْكَعْبَيْنِ وَإِيَاكَ وَإِسْبَالَ الْإِزَارِ فَإِنَهَا
مِنَ الْمَخِيْلَةِ وَإِنَ اللهَ لاَ يُحِبُ الْمَخِيْلَةِ
”Angkatlah sarungmu hingga
pertengahan betis. Kalau kamu enggan, angkatlah hingga ke mata kaki. Hindarkan
dirimu dari isbal pada sarung, karena isbal itu merupakan kesombongan, dan
sesungguhnya Allah tidak menyukai kesombongan.” (HR Abu Dawud, Nasa`i, dan
Tirmidzi). (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 328).
Hadis ini menunjukkan
larangan isbal secara mutlak, baik karena sombong maupun tidak. Maka isbal
tidak karena sombong pun, tetap terkena larangan mutlak ini. Namun demikian,
isbal yang bukan karena sombong hukumnya makruh, bukan haram. Karena terdapat
qarinah yang masih membolehkan isbal asalkan tidak sombong, yaitu hadis Ibnu
Umar tentang kisah Abu Bakar di atas. Jadi, isbal yang bukan karena sombong
hukumnya makruh. Imam Syaukani menukilkan pendapat Imam Nawawi sebagai berikut
:
قال النووي إنه مكروه وهذَا نص
الشافعي قال البويطي في مختصره عن الشافعي لا يجوز السدل في الصلاة ولا في غيرها للخيلاء
ولغيرها خفيف لقول النبي صلى الله عليه وسلم لأبي بكر، انتهى
“Imam Nawawi
berkata,’Sesungguhnya hal itu [isbal bukan karena sombong] adalah makruh, dan
inilah nash dari Imam Syafi’i. Imam Al Buwaithi telah mengatakan dalam kitab
Mukhtashar-nya dari Imam Syafi’i bahwa tidak boleh isbal baik dalam sholat
maupun di luar sholat bagi orang yang sombong. Adapun orang yang tidak sombong
maka ada keringanan berdasarkan sabda Nabi SAW kepada Abu Bakar. Selesai
kutipan.” (Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 328).
Memang ada sebagian ulama
yang mengharamkan isbal secara mutlak, yakni isbal karena sombong maupun tidak,
seperti Qadhi ‘Iyadh, Imam Ibnul ‘Arabi, dan Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani.
Namun Imam Syaukani menolak pendapat ini. Karena pendapat ini berarti tak
mengamalkan hadis muqayyad (yang mengandung taqyid/batasan), yakni kata
khuyala` (sombong) dalam hadis Bukhari tersebut. Padahal hadis yang mutlak
(yaitu hadits Jabir bin Sulaim RA di atas) maupun yang muqayyad seharusnya
diamalkan semua, dengan mengkompromikan nash mutlak dan nash muqayyad, sesuai
kaidah ushul fiqih : yuhmal al muthlaq ‘ala al muqayyad wajib (membawa nash
yang mutlak kepada nash yang muqayyad adalah wajib). (Imam Syaukani, Nailul
Authar, hlm. 328; ‘Amir bin Isa Al Lahwu, Manhaj Al Imam Al Syaukani fi Daf’i
Al Ta’arudh Baina Al Adillah Al Syar’iyah, hlm. 14).
Kesimpulannya, isbal karena
sombong hukumnya haram. Jika bukan karena sombong, hukumnya tidak haram, tapi
makruh. Inilah hukum syara’ tentang isbal yang kami rajihkan. Wallahu a’lam.
(Ustadz Siddiq Aljawi).
Sumber: http://hizbut-tahrir.or.id