Sebagian orang melaksanakan shalat sunnah ba’diyah Ashar di
masjid, kemudian pak imam dan masyarakat setempat mengingkari perbuatan orang
tersebut. Terdapat perbedaan para ulama tentang sunnah tidaknya ba’diyah Ashar.
Dalil-Dalil Larangan Shalat Setelah Ashar
1. Riwayat berikut:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى
تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ
Janganlah shalat setelah subuh sampai terbitnya matahari,
dan janganlah shalat setelah Ashar sampai terbenamnya matahari. (HR. Al Bukhari
No. 586)
2 Dari Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu:
إِنَّكُمْ لَتُصَلُّونَ صَلَاةً لَقَدْ
صَحِبْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا رَأَيْنَاهُ
يُصَلِّيهِمَا وَلَقَدْ نَهَى عَنْهُمَا يَعْنِي الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْر
Kalian melakukan shalat, padahal kami telah bersahabat
dengan Rasulullah dan kami belum pernah melihatnya shalat tersebut, dan dia
telah melarangnya, yakni dua rakaat setelah Ashar. (HR. Al Bukhari No. 587)
Dan lainnya yang semisal.
Dalil-dalil Bolehnya Shalat Setelah Ashar
Dari Aisyah Radhiallahun’Anha:
رَكْعَتَانِ لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَعُهُمَا سِرًّا وَلاَ عَلاَنِيَةً:
رَكْعَتَانِ قَبْلَ صَلاَةِ الصُّبْحِ، وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ العَصْرِ
Dua rakaat yang Nabi tidak pernah meninggalkannya, baik
secara diam-diam dan terang-terangan; yaitu dua rakaat sebelum shalat subuh,
dan dua rakaat setelah shalat Ashar. (HR. Al Bukhari No. 592)
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ عِنْدِي قطّ
Sedikit pun Belum pernah Rasulullah meninggalkan shalat
setelah Ashar ketika bersamaku. (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Syuraih bertanya kepada ‘Aisyah tentang shalat setelah
ashar, ‘Aisyah menjawab:
صَلِّ إِنَّمَا نَهَى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الصَّلَاةِ إِذَا طلعت الشمس
Shalatlah (ba’da ashar), sesungguhnya yang Rasulullah
larang adalah shalat ketika matahari terbit. (HR. Ibnu Hibban No.1568.
Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, Syaikh Syuaib Al Arnauth, dan lainnya)
Dari Aisyah Radhiallahu “Anha:
عَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ العصر في بيتي حتى فارق الدنيا
“Rasulullah tidak pernah meninggalkan dua rakaat setelah
Ashar di rumahku sampai meninggalkan dunia. (HR. Ibnu Hibban No. 1573, juga
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, Syaikh Syuaib Al Arnauth dan lainnya)
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
مَا مِنْ يَوْمٍ كَانَ يَأْتِي عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا صَلَّى بَعْدَ العصر
ركعتين
Tidaklah sehari pun kedatangan Rasulullah melainkan dia
shalat setelah ashar dua rakaat. (HR. Ibnu Hibban No. 1573, juga dishahihkan
oeh para ulama)
Dari Aisyah Radhiallahu ‘Anha:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا كان
عندي بعد العصر صلاهما.
Dahulu Rasulullah jika sedang bersamaku, Beliau shalat dua
rakaat setelah ashar. (HR. An Nasa’i No. 576, Abu Daud No. 1160. SHAHIH)
Sikap Manusia Pada Zaman Salaf
Pada zaman awal Islam, mereka pun terbagi menjadi dua
kelompok antara pro dan kontra.
Pihak Yang Membolehkan
‘Atha bercerita:
أَنَّ عَائِشَةَ، وَأُمَّ سَلَمَةَ كَانَتَا
تَرْكَعَانِ بَعْدَ الْعَصْرِ
Bahwa Aisyah dan Ummu Salamah shalat dua rakaat setelah
ashar. (Abdurrazzaq, Al Mushannaf No. 3969)
Dari Ashim bin Abi Dhamrah bahwa Ali Radhiallahu ‘Anhu
shalat dua rakaat setelah ashar di tendanya. (Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf
No. 7352)
Hisyam bin Urwah bercerita:
كُنَّا نُصَلِّي مَعَ ابْنِ الزُّبَيْرِ
الْعَصْرَ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، فَكَانَ يُصَلِّي بَعْدَ الْعَصْرِ
رَكْعَتَيْنِ، وَكُنَّا نُصَلِّيهِمَا مَعَهُ نَقُومُ صَفًّا خَلْفَههُ
Kami shalat Ashar di masjidil haram bersama Abdullah bin Az
Zubair, saat itu dia shalat dua rakaat setelah ashar. Kami shalat juga
bersamanya dengan membuat shaf dibelakangnya. (Abdurrazzaq, Al Mushannaf No.
3979)
Ibnu Aun bercerita, “Aku melihat Abu Burdah bin Abi Musa
shalat dua rakaat setelah ashar.” (Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf No. 7347)
Selain Aisyah, Ali, Abdullah bin Az Zubeir Radhiallahu
‘Anhum, masih banyak lagi generasi tabi’in yang shalat dua rakaat setelah
Ashar, seperti Abu Sya’tsa, Al Aswad bin Yazid, Amru bin Husein, Abu Wail,
Masruq, Syuraih, dan lainnya. (Lihat dalam Al Mushannaf Ibni Ab Syaibah No.
7347, 7348, 7350)
Apakah mereka tidak tahu ada larangan shalat setelah Ashar
Di jelaskan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar:
فائدة فهمت عائشة رضي الله عنها من مواظبته
صلى الله عليه وسلم على الركعتين بعد العصر أن نهيه صلى الله عليه وسلم عن الصلاة
بعد العصر حتى تغرب الشمس مختص بمن قصد الصلاة عند غروب الشمس لا إطلاقه
Faidah dari hadits ini, bahwa Aisyah memahami dari
seringnya Nabi shalat dua rakaat setelah ashar, bahwa larangan tersebut berlaku
khusus bagi mereka yang memaksudkan shalat sampai terbenam matahari bukan
larangan secara mutlak. (Fathul Bari, 2/66)
Jadi, bagi Aisyah Radhiallahu ‘Anha, larangan tersebut berlaku
untuk mereka yang bermaksud melakukan shalat sampai matahari terbenam, bukan
larangan semata-mata ba’diyah ashar.
Pihak Yang Melarang
Abu Ghadiyah bercerita:
رَأَيْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَضْرِبُ
النَّاسَ عَلَى الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ
Aku melihat Umar bin Al Khathab memukul orang yang shalat
dua rakaat setelah ashar. (Abdurrazzaq,Al Mushannaf, No. 3966)
Perbuatan Umar Radhiallahu ‘Anhu ini juga diceritakan oleh
Jabir dan Ibnu Abbas Radhialahu ‘Anhuma. (Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, No.
7336, 7341)
Abdullah bin Abbas Radhiallahu ‘Anhuma juga membencinya.
Thawus bertanya kepada Ibnu Abbas tentang shalat dua rakaat setelah Ashar, maka
dia melarangnya, lalu kata Thawus “Tapi Aku tidak pernah meninggalkannya”, maka
Ibnu Abbas mengutip ayat: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah
Dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab: 36). (Abdurrazzaq, Al Mushannaf
No.3975)
Apakah mereka tidak tahu adanya riwayat dari ‘Aisyah
Radhiallahu “Anha, bahwa Nabipernah melakukannya, bahkan sangat sering Pastilah
mereka tahu, tapi mereka memahami secara berbeda. Bagi mereka shalatnya Nabi
dua rakaat setelah ashar adalah menqadha shalat ba’diyah zhuhur, bukan karena
semata ingin shalat ba’diyah ashar.
Al Hafizh Ibnu Hajar berkata:
Ucapan Aisyah “Nabi tidak pernah meninggalkannya sampai
wafat”, “Dia tidak pernah meninggalkannya”, dan ucapannya “Tidaklah Beliau
mendatangiku dalam sehari melainkan dia shalat dua rakaat setelah ashar”,
maksudnya adalah pada saat nabi disibukkan oleh sesuatu yang membuatnya tidak
melakukan ba’diyah zuhur, maka Beliau pun melakukannya setelah ashar. Beliau
bukan bermaksud bahwa Nabi shalat dua rakaat setelah ashar sejak adanya awal
kewajiban shalat sampai akhir umurnya. (Fathul Bari, 2/66)
Ini juga dikatakan Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma:
إنما صلى النبي صلى الله عليه وسلم الركعتين
بعد العصر لأنه أتاه مال فشغله عن الركعتين بعد الظهر فصلاهما بعد العصر ثم لم يعد
Sesungguhnya shalatnya Nabi sebanyak dua rakaat setelah ashar
hanyalah karena telah datang kepadanya harta yang membuatnya sibuk tidak sempat
shalat rakaat dua rakaat ba’diyah zuhur, lalu dia melakukannya setelah ashar
dan tidak mengulanginya. (HR. At Tirmidzi No. 184, katanya: hasan)
Hal ini tegas sebagaimana riwayat Imam Al Bukhari
Rahimahullah berikut:
وَقَالَ كُرَيْبٌ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ
صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الْعَصْرِ
رَكْعَتَيْنِ وَقَالَ شَغَلَنِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ
بَعْدَ الظُّهْرِ
Kuraib berkata, dari Ummu Salamah: “Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam shalat setelah ashar sebanyak dua rakaat. Beliau bersabda:
“Orang-orang dari Abdul Qais telah menyibukkanku dari shalat dua rakaat setelah
zhuhur.” (Shahih Bukhari, diriwayatkan secara mu’allaq dalam Bab Maa Yushalla
Ba’dal ‘Ashri wa Minal Fawaa-it wa Nahwiha)
Imam Badruddin Al ‘Aini Rahmahullah berkata:
قال الكرماني وهذا دليل الشافعي في جواز
صلاة لها سبب بعد العصر بلا كراهة
Berkata Al Karmani: “Ini adalah dalil bagi Asy Syafi’i
tentang kebolehan shalat setelah ‘Ashar jika memiliki sebab, sama sekali tidak
makruh.” (‘Umdatul Qari, 8/19)
Imam Badruddin Al ‘Aini mengomentari pendapat ini:
قلت هذا لا يصلح أن يكون دليلا لأن صلاته
هذه كانت من خصائصه كما ذكرنا فلا يكون حجة لذاك
Aku berkata: tidak benar menjadikan hadits ini sebagai
dalil, karena shalatnya ini merupakan bagian dari kekhususan bagi Beliau,
sebagaimana yang telah kami sebutkan, maka hadits ini tidak bisa dijadikan
hujjah atas hal itu. (Ibid)
Artinya Imam Al ‘Aini tetap melarang shalat setelah ashar,
walau pun ada sebab. Dan menurutnya pembolehan di atas hanya khusus bagi Nabi.
Imam Al Kisani Al Hanafi juga demikian, menurutnya
shalatnya Nabi setelah Ashar adalah spesial baginya, bukan selainnya, dan itu
dalam rangka qadha ba’diyah zhuhur sbgmn riwayat Ummu Salamah. (Lihat Bada’i
Ash Shana’i, 1/296)
Namun, pendapat ini dianggap lemah, sebab kenyataannya para
sahabat melakukannya shalat sunah, mereka shalat setelah Ashar yaitu shalat
jenazah, dan tidak satu pun sahabat lain yang melarangnya. Sehingga menurut
Imam An nawawi dan Imam Abul Hasan Al Mawardi telah ijma’ kebolehannya shalat
sunah diwaktu terlarang jika ada sebab. (Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab,
4/174. Juga Al Hawi Al Kabir, 3/48)
Demikianlah pihak yang melarang; seperti Umar, Ibnu Abbas,
Mu’awiyah, dan umumnya para ahli fiqih. Sekali pun mereka membolehkan, itu
adalah konteks mengqadha shalat ba’diyah zhuhur, atau jika dilakukan karena
sebab khusus, baik karena tahiyatul masjid, shalat jenazah, dan semisalnya
sebagaimana pendapat Imam Syafi’i dan Imam Malik (Lihat Mukhtashar Al Inshaf,
1/161), ini pun tidak semua setuju, seperti Atha, An Nakha’i, dan Abu Hanifah
mengingkari kebolehan itu berdasarkan hadits larangannya secara umum (Ibid,
lihat juga Al Hawi Al Kabir, 3/48). Pengingkaran ini menganulir klaim ijma’
yang disampaikan oleh Imam An Nawawi dan Imam Al Mawardi sebelumnya.
Kenapa bisa terjadi perbedaan
Untuk hak ini, Imam Ibnu Rusyd Rahimahullah memiliki
pandangan yang sederhana tapi jitu, katanya:
Ada pun perbedaan mereka tentang shalat setelah Ashar
disebabkan oleh adanya atsar-atsar yang bertentangan. Dalam hal ini ada dua
riwayat yang bertentangan.
PERTAMA. Hadits Abu Hurairah yang disepakati keshahihannya
bahwa: “Rasulullah melarang shalat setelah Ashar sampai terbenamnya matahari
dan melarang shalat setelah subuh sampai terbitnya matahari.”
KEDUA. Hadits ‘Aisyah, Beliau berkata: “Rasulullah tidak
pernah meninggalkan dua shalat di rumahku sedikit pun baik diam-diam atau
terang-terangan, yaitu dua rakaat sebelum Subuh, dan dua rakaat setelah Ashar.”
Maka, bagi siapa yang menguatkan hadits Abu Hurairah akan
berpendapat hal itu terlarang, dan siapa yang menguatkan hadits ‘Aisyah atau
menilainya hadits ini menghapus hadits sebelumnya, karena ini adalah perbuatan
yang Beliau lakukan sampai wafat, akan berpendapat ini boleh. (Bidayatul
Mujtahid, 1/110)
Sikap Terbaik
Sikap terbaik adalah seperti yang diajarkan oleh para imam,
agar kita toleran atas perselisihan fiqih seperti ini.
Diceritakan dari Imam Ahmad bin Hambal tentang shalat sunah
setelah Ashar, beliau berkata:
لا نفعله ولا نعيب فاعله
Kami tidak melakukannya tapi kami tidak juga menilai aib
orang yang melakukannya. (Al Mughni, 2/87, Syarhul Kabir, 1/802)
Imam Abu Nu’aim mengutip ucapan Imam Sufyan Ats Tsauri,
sebagai berikut:
سفيان الثوري، يقول: إذا رأيت الرجل يعمل
العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه.
“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih
diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau
mencegahnya.” (Imam Abu Nu’aim al Asbahany, Hilyatul Auliya’, 3/ 133)
Imam As Suyuthi berkata dalam kitab Al Asybah wa An Nazhair:
الْقَاعِدَةُ الْخَامِسَةُ وَالثَّلَاثُونَ
” لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيهِ ، وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُججْمَعُ عَلَيْهِ
Kaidah yang ke-35, “Tidak boleh ada pengingkaran terhadap
masalah yang masih diperselisihkan. Seseungguhnya pengingkaran hanya berlaku
pada pendapat yang bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Imam
As Suyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, 1/285)